PERAN MAHASISWA DALAM MENUMBUHKAN NILAI – NILAI DEMOKRASI DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ketika menjadi mahasiswa,
berarti ia bukan lagi seorang siswa yang pada umumnya tanggungjawabnya hanya
belajar. Menjadi mahasiswa berarti sudah siap untuk menjadi bermanfaat untuk
sesama, orang yang intelek dan kritis akan keadaan sekitar. Dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi pun, sudah disebutkan bahwa Pendidikan, Penelitian dan
Pengembangan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat itu juga menjadi kewajiban bagi
mahasiswa. Maka dari itu, disini mahasiswa dituntut untuk berperan aktif baik
dalam hal akademik maupun non akademiknya. Selain tercantum di dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi pada khususnya mahasiswa juga memiliki 4 peran, yang
diantaranya adalah sebagai iron stock, agent of change, social
control, dan moral force yang berarti disini mahasiswa merupakan
stok pengganti yang kuat untuk menggantikan generasi – generasi terdahulu, lalu
mahasiswa juga sebagai agen perubahan terhadap sesuatu yang menyimpang atau
memang sudah masanya untuk diganti dengan harapan sesuatu itu menjadi lebih
baik lagi, selain itu mahasiswa sebagai pengontrol sosial, disini mahasiswa juga
harus pandai dalam bersosialisasi dan juga peka terhadap lingkungan sekitar,
dan yang terakhir mahasiswa juga memiliki peran untuk menjadi seorang yang
berani untuk bertindak apabila terdapat demoralisasi atau terjadi nilai – nilai
yang sudah tidak sesuai.
Demokrasi berarti rakyat
memiliki kedaulatan tertinggi dalam suatu pemerintahan, yang berarti disini
suara rakyat menjadi hal yang sangat menentukan bagaimana suatu pemerintahan
berjalan. Dalam demokrasi terdapat dua tahap, yaitu demokrasi langsung dan
demokrasi tidak langsung. Konteks demokrasi langsung rakyat ikut secara
langsung dalam menentukan pemerintahan. Hal ini terjadi pada saat zaman Yunani
Kuno, dimana rakyat berkumpul untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan.
Namun, untuk saat ini sudah tidak mungkin lagi, melihat luasnya wilayah dan
semakin banyaknya jumlah penduduk. Maka dari itu, saat ini masalah
kewarganegaraan biasanya diselesaikan melalui wakil – wakil rakyat yang sudah
dipilih oleh seluruh warga negara yang memiliki hak pilih pada saat pemilihan
umum, inilah yang disebut dengan demokrasi tidak langsung.
Di Indonesia asas
demokrasi ini berjalan pada setiap lapisan, tak terkecuali dalam perguruan
tinggi. Contoh buktinya adalah di Universitas Brawijaya, saat melakukan pemilihan
serentak untuk setiap ketua dan wakil baik dari tingkat UB, Fakultas, maupun
Jurusannya yang mereka lakukan dengan cara memvoting pilihan mereka. Namun,
masalahnya disini adalah demokrasi yang terjadi dalam perguruan tinggi tidaklah
menyeluruh, masih banyak saja mahasiswa/i tidak memilih dalam pemilihan umum
atau yang biasa dikenal dengan istilah golput. Rendahnya tingkat kesadaran para
mahasiswa ini yang sudah seharusnya menjadi perhatian khusus, karena sebagai
individu yang memang dipersiapkan untuk mempertahankan kemerdekaan dengan
kecerdasannya sudah seharusnya tetap menerapkan nilai – nilai yang sudah
melekat pada Indonesia.
Solusi yang pernah
dilakukan oleh para mahasiswa Universitas Brawijaya, khususnya pihak – pihak
yang bersangkutan atas pemilihan ini adalah pertama untuk para calon dari EM
dan DPM-nya sendiri biasanya akan berkampanye berkeliling Universitas
Brawijaya, entah itu memasuki kelas – kelas, perpustakaan, kantin Creative Land
(CL), dan dimana saja yang terdapat massanya. Selain itu, untuk memperluas
informasi para panitia Pemilihan Mahasiswa Raya Universitas Brawijaya (PEMIRA
UB) juga menyebarkan informasi lewat media sosial, sehingga untuk para
pendukung calonnya dapat membagikannya lagi ke timeline akunnya atau
membagikannya ke grup.
Dari data yang saya
dapatkan dari Display Filkom UB, mengenai jumlah pemilih dalam PEMIRA,
Araffathoni Rizqi, Ketua Pelaksana PEMIRA UB 2019 mengatakan meskipun target
tidak terpenuhi, jumlah suara mengalami peningkatan yaitu 18.896 suara.
“Sebenarnya dari target kita kan 20.000-25.000 pemilih. Tapi untuk tahun ini
sayang sekali tidak memenuhi target tapi mengalami peningkatan yaitu 18.896
suara total yang masuk,” ujarnya. Mahasiswa yang memiliki hak suara adalah
mereka yang sedang menempuh Pendidikan di jenjang D3 sampai S1, yang mana jika
ditotal kurang lebih terdapat 50.000 mahasiswa aktif di Universitas Brawijaya.
Jumlah ini sangat mengkhawatirkan bahkan untuk targetnya saja hanya setengah
dari total mahasiswa undergraduate.
Dari permasalahan yang
ada, hal fundamental yang harus diperbaiki adalah dari student govermentnya
sendiri, karena di Universitas Brawijaya mulai berpindahnya alat yang digunakan
untuk melakukan e-voting. Karena seorang mahasiswa pasti setidaknya memiliki
satu buah gawai. Selain itu, tidak ada salahnya untuk menyindir mahasiswa yang
malah atau berencana untuk golput dengan membuat banner kartun kritik atas
tindakannya, setidaknya disini mereka akan merasa malu sebagai mahasiswa,
sebagai iron stock akan tetapi tidak mengamalkan nilai – nilai demokrasi.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana peran mahasiswa Universitas Brawijaya
dalam menumbuhkan nilai – nilai demokrasi di Indonesia?
2. Apa yang menyebabkan mahasiswa di Universitas
Brawijaya tidak melakukan voting?
3. Bagaimana upaya untuk menangani masalah rendahnya
tingkat partisipasi berdemokrasi di Universitas Brawijaya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah :
1.
Mengentahui bagaimana peran mahasiswa Universitas Brawijaya dalam menumbuhkan
nilai – nilai demokrasi.
2.
Melihat masalah demokrasi yang terjadi di Universitas Brawijaya.
3.
Memberikan ide dari penulis bagaimana upaya untuk menangani masalah tersebut.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat didapatkan dari makalah ini adalah :
1. Sebagai referensi yang dapat menambah wawasan
bagi pembaca untuk masalah demokrasi yang terjadi di Universitas Brawijaya.
2. Sebagai sumber dan bahan bagi penulis lain untuk
penelitian upaya peningkatan partisipasi dalam berdemokrasi khususnya Pemilihan
Mahasiswa Raya (PEMIRA) di Universitas Brawijaya.
3. Sebagai tambahan daftar bacaan bagi perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Mahasiswa Universitas Brawijaya Dalam
Menumbuhkan Nilai – Nilai Demokrasi di Indonesia
Demokrasi yang berada di Indonesia bisa dibilang berbeda
dengan negara lainnya. Karena demokrasi di Indonesia menganut Demokrasi
Pancasila, menurut Prof. R.M. Sukamto Notonagoro, pengertian demokrasi
Pancasila ialah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/ perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Maka dari itu, disini nilai – nilai yang dilaksanakan
dalam berdemokrasi harus sesuai dengan Pancasila. Pertama yang sesuai dengan
sila yang pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, disini berarti setiap wakil rakyat
yang terpilih tidak hanya bertanggungjawab atas rakyat tapi untuk akhiratnya
juga. Kedua, Kemanusiaaan yang adil dan beradab, demokrasi harus mampu menjamin
dan memberikan perlindungan hak asasi manusia sehingga seorang warga negara
tidak boleh berbuat dzalim kepada warga negara lain. Ketiga, Persatuan
Indonesia, misalnya dalam pemilihan umum antara kubu yang mendukung masing –
masing pihak sudah seharusnya tertib, dan tidak sampai melakukan kerusuhan yang
dapat menimbulkan perpecahan. Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, ketika terdapat permasalahan –
permasalahan akan dibahas melalui musyawarah. Dan yang terakhir adalah,
kemanusiaan yang adil dan beradab, sebuah budaya politik yang diarahkan untuk
menjunjung nilai-nilai kebaikan, kejujuran, kebenaran dan keadilan akan mampu
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.
Tidak terkecuali, dengan Universitas Brawijaya. Mahasiswa
juga harus bisa menjunjung demokrasi yang berlandaskan Pancasila. Sebenarnya
sudah banyak contoh yang dilakukan oleh para mahasiswa/i di Universitas
Brawijaya untuk menumbuhkan nilai – nilai demokrasi Indonesia, misalnya saja
saat di dalam kelas untuk memecahkan
masalah biasanya mahasiswa akan berdiskusi dan saling memberi masukan untuk
memecahkan masalah, atau misalnya dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
apabila terdapat masalah internal biasanya mereka akan bermusyawarah untuk
menyelesaikan masalah tersebut, lalu pada saat Pemilihan Mahasiswa Raya
Universitas Brawijaya (PEMIRA UB) kemarin, para mahasiswa melakukan pesta
demokrasi seperti pada masa pemilu 17 April 2019 kemarin untuk menentukan siapa
yang akan menjadi pemimpinnya selama satu periode ke depan. Lalu, dalam
pekasanaannya juga mahasiswa memegang nilai – nilai keagamaan dalam
berdemokrasi agar sadar juga akan tanggungjawabnya yang bukan hanya ke sesama,
tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kasus ini biasanya subjeknya adalah
Pemimpin dari para mahasiswa (misal, Presiden EM UB, Ketua BEM Fakultas, atau
Ketua Himpunan Jurusan) mereka yang biasanya membuat program kerja, harus
melihat pula apakah acara tersebut berlawanan dengan nilai – nilai yang
terkandung didalam Pancasila sehingga nantinya tidak akan merusak nilai – nilai
Pancasila itu sendiri. Contoh lainnya, ketika mahasiswa melakukan Aksi untuk
menyampaikan aspirasinya secara terbuka kepada para birokrat, mereka
melaksanakannya dengan tertib tanpa memunculkan kericuhan.
Namun, disini ada masalah di dalam mahasiswa dalam
melakukan demokrasi, yaitu pada saat Pemilihan Mahasiswa Raya kemarin, jika
dilihat kurang dari 50% mahasiswa D3 sampai S1 yang ikut serta dalam pesta
demokrasi untuk memilih para pemimpin ditingkat mereka. Dari data yang saya dapatkan dari Display
Filkom UB, mengenai jumlah pemilih dalam PEMIRA, Araffathoni Rizqi, Ketua
Pelaksana PEMIRA mengatakan meskipun target tidak terpenuhi, jumlah suara
mengalami peningkatan yaitu 18.896 suara. “Sebenarnya dari target kita kan
20.000-25.000 pemilih. Tapi untuk tahun ini sayang sekali tidak memenuhi target
tapi mengalami peningkatan yaitu 18.896 suara total yang masuk,” ujarnya. Mahasiswa
yang memiliki hak suara adalah mereka yang sedang menempuh Pendidikan di
jenjang D3 sampai S1, yang mana jika ditotal kurang lebih terdapat 50.000
mahasiswa aktif di Universitas Brawijaya.
2.2 Penyebab Sebagian Mahasiswa Universitas Brawijaya
Yang Melakukan Golput Saat PEMIRA UB
Golongan Putih atau yang biasa disingkat Golput
merupakan istilah yang diberikan untuk orang – orang yang tidak menggunakan hak
suaranya ketika terjadi pemilihan umum. Golput ini merupakan masalah yang
selalu terjadi setiap kali terjadi pemilihan umum di Indonesia, banyak alasan
kenapa mereka melakukan golput, sebagian golput melakukan secara sadar karena
tidak melihat ada pemimpin yang layak dipilih. Lalu, ada yang karena terlanjur
kecewa pada sistem politik Indonesia yang carut-marut. Adapula yang beralasan
kalau golput adalah sikap
politik yang muncul dari kesadaran kritis dan pemikiran mendalam yang panjang.
Begitu
pula yang terjadi di Universitas Brawijaya, masih banyak mahasiswa yang justru
memilih untuk golput, dan parahnya menurut data yang saya dapat dari website
Kavling10.com atau UKM Pers Universitas Brawijaya, yang mewawancarai Bahrul
Ulum selaku Komisi II DPM menuturkan bahwa partisipasi mahasiswa UB dalam
Pemira tahun lalu (2013) hanya mencapai tiga puluh persen dari total seluruh
mahasiswa. Bahrul juga memaparkan bahwa rendahnya partisipasi mahasiswa dalam
Pemira tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Rendahnya partisipasi mahasiswa
ini disebabkan oleh faktor padatnya jadwal kuliah mahasiswa itu sendiri.
“Bahkan faktor lokasi pun bisa turut menjadi penyebabnya. Tapi yang pasti, kita
berusaha untuk mensosialisasikan Pemira ini agar diketahui oleh seluruh
mahasiswa UB,” tambah mahasiswa angkatan 2009 tersebut.
Selain usaha dari pihak penyelenggara Pemira, kecakapan
para calon untuk menyakinkan para mahasiswa untuk memilih juga menjadi faktor
penentu tingginya tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira. Ada beberapa yang
beranggapan juga kalau rendahnya tingkat mahasiswa yang ikut serta dalam
Pemilihan Mahasiswa Raya ini karena buruknya sosialisasi yang dilakukan. Namun
untuk buruknya sosialisasi dan kecakapan dari para calon terdapat sanggahan.
Pertama untuk buruknya sosialisasi, di era digital ini bagi sebagian besar
mahasiswa sosial media merupakan hal yang wajib untuk diakses setiap harinya,
karena bisa diakses dimanapun dan kapanpun selama ada jaringan internet. Jadi,
media sosial ini sangat dapat digunakan sebagai alat untuk bersosialisasi,
apalagi ditambah para calon mahasiswa yang juga membuat spanduk atau banner
disekitaran wilayah Universitas Brawijaya, dan tambah juga dengan kampanye
datang ke wilayah – wilayah sekitar UB, seperti kelas atau tempat nongkrong
yang biasanya ramai oleh mahasiswa UB. Lalu yang kedua persoalan personal aktor
bukanlah variabel determinan dalam hal mengapa mahasiswa menjadi ‘apatis’.
Persoalan mendasarnya sama sekali tidak terletak pada persoalan teknis atau
personal aktor semacam itu, melainkan pada persoalan yang lebih fundamental dan
struktural-institusional, yakni kegagalan dalam menerapkan konsep student
government dalam lembaga kemahasiswaan, yang pada akhirnya berujung dengan
kegagalan dalam menyerap aspirasi-aspirasi mahasiswa, terutama sekali dalam
pemenuhan student need dan student
interest. Setidaknya disini ada 5 prinsip dalam student government, yaitu
moralitas, intelektualitas, politis, independent, dan sejajar. Disini bagi saya
student government di Universitas Brawijaya sudah berjalan, namun tidak
berjalan dengan baik. Penyebab lainnya yang bisa saja menjadi penyebab dari
rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa UB untuk mencoblos adalah karena system
pencoblosan yang masih menggunakan cara datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara),
hal ini jelas kurang fleksibel dengan kehidupan kampus para mahasiswa.
2.3 Upaya Untuk Menangani Masalah Rendahnya Tingkat
Partisipasi PEMIRA di Universitas Brawijaya.
Menurut saya, solusi yang bisa membantu menangani
masalah rendahnya tingkat partisipasi PEMIRA di Universitas Brawijaya ini
adalah dengan 3 cara, diantaranya :
1. E – Voting
E – Voting
merupakan bentuk pemungutan suara juga akan tetapi dengan menggunakan media
elektronik. Dengan penggunaan e – voting ini akan menjadi sangat fleksibel,
karena mahasiswa tidak harus dating ke TPS sehingga mereka juga tetap dapat
menjalani kuliahnya. Kalau di lihat dari sudut pandang negara Indonesia mungkin
memang belum bisa untuk melaksanakan e -voting ini, karena dilihat dari subjek
pemilihnya, yang memang tidak bisa memilih karena belum semua rakyat Indonesia
terutama daerah – daerah pedalaman yang memang belum semuanya memiliki gadget.
Tapi, berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri yang mayoritas isinya adalah para
millennials yang sudah pasti memiliki smartphone atau gadget yang akses
internetnya sudah sangat mudah. Maka dari itu, PEMIRA UB sudah seharusnya mulai
melaksanakan Pemilihan Mahasiswa Raya dengan cara e -voting.
2. “Satire”
Satire merupakan
suatu sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang, satire ini berbeda dengan
sarkasme. Kalau satire, lebih ke sindiran secara halus sedangkan untuk sarkasme
merupakan sindiran secara blak – blakan. Satire dapat disampaikan melalui
berbagai media, entah itu puisi, lagu, lukisan, dan lain sebagainya. Disini
kita bisa menggunakan satire untuk menyindir mereka yang memang melakukan
golput tanpa ada alasan yang jelas, entah itu karena malas atau memang karena
apatis terhadap hal – hal yang seperti ini.
3. Perbaikan Hal Fundamental
Dari Student Govermentnya sendiri.
Student Government bisa dibilang sama saja dengan
pemerintahan yang ada di Indonesia ini, bedanya hanya jika student government
ini berada di tingkat Perguruan Tinggi saja. Jadi, memang sudah seharusnya
untuk melaksanakan nilai – nilai demokrasi di Indonesia, dan sudah seharusnya
Student Government ini juga berjalan di tingkat perguruan tinggi, sebenarnya tidak
hanya untuk melaksanakan nilai – nilai demokrasi, Student
government ini
mempunyai paling sedikit 5 prinsip dasar, yakni moralitas,
intelektualitas, politis, independen dan sejajar. kegagalan
dalam menerapkan konsep student government dalam lembaga kemahasiswaan, yang
pada akhirnya berujung dengan kegagalan dalam menyerap aspirasi – aspirasi mahasiswa,
terutama sekali dalam pemenuhan student need dan student interest.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mahasiswa memiliki peran sebagai iron stock, agent of
change, social control, dan moral force. Maka dari itu, tanggungjawab seorang
mahasiswa bukan hanya belajar untuk masa depannya akan tetapi juga harus
menjadi seorang pelurus bagi Indonesia dalam segala hal. Sebagian besar
mahasiswa di setiap perguruan tinggi dalam kesehariannya memang sudah
menjalankan nilai – nilai demokrasi akan tetapi masih terdapat masalah yaitu
rendahnya tingkat partisipasi pemilihan umum yang merupakan pestanya dari
demokrasi yang berjalan di tingkat perguruan tinggi. Solusi yang dapatdicoba
dari masalah ini adalah E – voting, membuat satire, dan yang terpenting adalah
memperbaiki hal fundamental dari student government itu sendiri.
Daftar
Pustaka
Marny,
J. 2018. Mengurangi Angka Golput; Gerakan Cerdas Pemilu Road To School.
Url : https://www.kompasiana.com/jumarni/5b08ca86cf01b46eb16b7295/mengurangi-angka-golput-gerakan-cerdas-pemilu-gercep-road-to-school.
Diakses pada tanggal 6 Desember 2019.
Nugraha,
B. A, Wahono, T. 2014. Pelaksanaan Nilai
Demokrasi di Kalangan Mahasiswa. 24 (2): 89 – 91.
Mujib,
I. L. 2019. Bisakah E-voting Diterapkan
di Pemilu Indonesia? Ini Kata KPU. Url : https://www.idntimes.com/news/indonesia/ilyas-listianto-mujib-1/pemilu-2019-ini-sistem-yang-digunakan-kpu/full.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2019
Cindy,
D. 2019. Calon Terpilih PEMIRA UB 2019 Diumumkan Hari Ini. Url : http://display.ub.ac.id/news/calon-terpilih-pemira-ub-2019-diumumkan-hari-ini/.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2019.
Tiarantika,
R. 2018. MENUJU PEMIRA UB 2018 : SISI LAIN PERPOLITIKAN KAMPUS. Url : http://coretananaknormal.blogspot.com/2018/11/menuju-pemira-ub-2018-sisi-lain.html.
Diakses pada tanggal 14 Desember 2019.
Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa Universitas
Brawijaya.
2013. Pemira dan Partisipasi Mahasiswa. Url : https://kavling10.com/2013/11/pemira-dan-partisipasi-mahasiswa/.
Diakses pada tanggal 14 Desember 2019.
Sudarsono,
A. 2011. Student Government: Konsep, Fungsi dan Peran. Url : https://www.facebook.com/notes/dzakiyyah-ulfah/student-government-konsep-fungsi-dan-peran-amin-sudarsono/10150464159384319/
. Diakses pada tanggal 15 Desember 2019.
Komentar
Posting Komentar