Perekonomian Indonesia di Tengah FinTech Global
Pernah suatu waktu saya mengikuti talkshow yang
menjadi sub-acara dalam Bedah Kampus di Universitas Indonesia (BK UI 2019) dan
kebetulan saat itu bintang tamunya adalah Najwa Shihab atau yang akrab dipanggil
Mba Nana. Saat itu beliau hanya memberikan kalimat-kalimat yang cukup membuat
pikiran sedikit terbuka, hal yang sering kita abaikan dan beliau
menyampaikannya dengan susunan kalimat yang tegas dan tajam. Beliau berkata, “Musuh
kita bukanlah mahasiswa dari negeri lain, atau dari Perguruan Tinggi Negeri
sebelah, tapi saingan kita adalah super computer”. Ya, seiring
berjalannya waktu teknologi selalu menjadi lebih canggih lagi setiap harinya
bahkan setiap 30 menit. Inovasi-inovasi yang muncul juga dari berbagai bidang
dan tak terkecuali teknologi dalam bidang keuangan (finance) atau yang
di kenal dengan Financial Technology (FinTech). Maksud dari FinTech ini
adalah Teknologi yang bergerak pada bidang Jasa Keuangan yang keberadaannya ini
diharapkan agar masyarakat dapat
dengan mudah mengakses produk-produk keuangan serta untuk mempermudah
transaksinya dan juga kehadiran Fintech ini diyakini mampu memajukan perusahaan
di Indonesia, khususnya perusahaan Startup yang memiliki potensi yang besar. di
Indonesia sendiri saat ini sudah ada Koinworks, Danamas, KIMO, dan masih ada
sekitar 110 perusahaan FinTech lainnya yang sudah terdaftar dan mendapat izin
pada lembaga OJK per 31 Mei 2019. Namun, dari 113 daftar perusahaan, baru 7
yang sudah full licensed, dan sisanya hanya memiliki masa izin temporer
selama 1 tahun.
Awal perkembangannya sendiri dimulai pada September
2015, telah hadir Asosiasi Fintech Indonesia atau AFI. AFI ini bertujuan untuk
menyediakan partner bisnis yang mumpuni, untuk membangun ekosistem Fintech di
Indonesia. Setelah itu, perkembangan pengguna Fintech di Indonesia semakin
berkembang pesat. Pasalnya hanya dalam waktu singkat dari tahun 2006 -2007,
telah terjadi perkembangan Fintech yang sangat pesat dari 7% menjadi 78%.
Bahkan di tahun 2017, pengguna Fintech mencapai 140 perusahaan (tidak semua
terdaftar di OJK) dengan total nilai transaksi sekitar Rp251 triliun. Selanjutnya,
industri Fintech yang dianggap memberikan nilai positif bagi Indonesia ini,
akhirnya mendapatkan dukungan dari Bank Indonesia, yang ikut berperan aktif di
sektor Fintech dengan membuat regulasi.
Berikut ini daftar regulasinya.
·
Membentuk Bank
Indonesia Fintech Office di tahun 2016.
·
Mengeluarkan
peraturan proses pembayaran transaksi e-commerce sehingga bisa lebih efisien
dan aman.
·
Muncul peraturan
POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan), tentang layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi Informasi di tahun 2016.
Dengan adanya regulasi dan peraturan baru tersebut,
inilah kemajuan yang dialami industri Fintech. Industri ini dapat berjalan
dengan aman dan sesuai aturan, dengan adanya peraturan yang mengatur industri
baru Fintech, Selain itu, juga dapat menghindari terjadinya friksi antara
bisnis fintech dan bisnis konvensional. Dengan adanya platform regulasi,
para pemula dapat meluncurkan layanan dan produk inovatifnya di industri
Fintech. Peraturan OJK (POJK) juga membuat pelaku bisnis Fintech mengetahui
panduan pelaksanaan bisnis fintech di bagian pinjaman seperti P2P Lending.
Selain itu juga dapat memasuki industri Fintech dengan lebih aman. Dan saat ini
perusahaan FinTech dipayungi oleh Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 Tentang
Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. "Peraturan ini
dikeluarkan OJK mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan
digital yang tidak dapat diabaikan dan perlu dikelola agar dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Ketua Dewan
Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan persnya, Sabtu (1/9/2018).
Terkait dengan FinTech ini, Perekonomian Indonesia pun
cukup meningkat, Berdasarkan kajian Indef bersama dengan Asosiasi Fintech
Indonesia (Aftech) pada Agustus 2018, perkembangan fintech di Indonesia mampu
meningkatkan PDB sebesar Rp25,97 triliun, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, konsumsi rumah tangga mampu meningkat hingga Rp8,94
triliun. Alasan konsumsi rumah tangga
yang cukup besar ini bisa terjadi karena memang FinTech ini memiliki proses
yang cepat dan praktis dalam penggunaannya dibandingkan harus ke Bank yang
cukup memakan waktu dan tenaga, karena
di dukung juga oleh teknologinya yang semakin canggih, selain itu juga mudahnya
melakukan transaksi atau mengajukan pinjaman pada perusahaan FinTech tidak
serta merta membuat masyarakat menjadi khawatir karena sudah diawasi langsung
oleh OJK, dan Perusahaan FinTech ini juga harus melakukan proses yang panjang
untuk mendapatkan izin dari OJK. Dan yang membuatnya menjadi lebih menarik
perhatian masyarakat adalah seringkali perusahaan FinTech ini melakukan
penawaran-penawaran yang menguntungkan.
"Selain itu, kehadiran fintech mampu menyumbang
penyerapan tenaga kerja sebesar 215.433 orang yang tidak hanya dari
sektor-sektor tersier, namun sektor primer seperti pertanian, juga mengalami
penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, 9.000 orang," ujar Bhima yang
merupakan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Ke depannya, dampak ekonomi dari fintech diyakininya
akan makin besar. Terlihat dari cepatnya perkembangan fintech dari jumah
penyaluran dana industri baru ini. Pada 2016, penyaluran dana fintech baru
Rp200 miliar. Kemudian, angkanya melejit menjadi Rp7,64 triliun pada Juni 2016.
Karena itulah, kata Bhima, penting bagi pemerintah untuk terus mendukung industri
fintech, mengingat dampak ekonominya yang tidak kecil. "Semakin fintech
lending didorong, efeknya ke konsumsi rumah tangga cukup meningkat," kata
Bhima.
Gara-gara fintech, konsumsi rumah tangga meningkat
hingga Rp8,94 triliun. seperti diketahui, sejauh ini konsumsi rumah tangga
masih merupakan salah satu pembentuk utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Badan
Pusat Statisik (BPS) bahkan menyatakan, dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27%
pada triwulan II-2018, sebanyak 2,76%-nya disumbang oleh pertumbuhan konsumsi
rumah tangga.
Ironisnya, sejauh ini hal tersebut belum dapat
terwujud. Pengawasan fintech oleh regulator di Indonesia justru dinilai baru
sebatas meregistrasi penyelengara fintech. Regulasi yang masih belum terlalu
mumpuni tersebut disayangkan karena seolah mengesampingkan potensi ekonomi dari
bisnis fintech. Selain itu, seakan membiarkan fintech liar bermain di ruang
gelap. Bhima melihat harus ada perlakuan yang berbeda jika ingin mendukung
fintech. Sebagai contoh, perlu ada relaksasi regulasi yang memudahkan
penyelenggara fintech lending untuk mendapatkan nasabah baru. Misanya, dengan
kemudahan regulasi tanda tangan digital. Perlu juga kejelasan regulasi terkait
kolaborasi antara perbankan dengan lembaga keuangan lain, seperti perbankan.
Tidak lupa, perlu ada insentif perpajakan, khususnya bagi fintech yang bergerak
di sektor pendanaan produktif yang bisa memberikan efek ekonomi lebih besar.
Sebagai pemain di industri baru ini, CEO sekaligus
Co-Founder Koinworks, Benedicto Haryono berharap pemerintah bisa lebih memberi
kemudahan bagi fintech, khususnya dalam pemerolehan izin. Jangan sampai aturan
dibuat terlalu ketat hingga sama seperti regulasi perbankan. Baiknya, Benedicto
menyatakan, aturan soal fintech lebih ringan daripada sektor perbankan dan
lebih mengarah ke hal-hal fundamental.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Fintech Indonesia
(Aftech), Ajisatria Suleiman menambahkan, untuk memperkuat peran fintech, tidak
terkecuali dalam perekonomian, diperlukan kebijakan yang mampu menekan biaya
akusisi nasabah, meminimalisasi risiko penipuan, dan dapat konsumen beriktikad
baik. "Ke depannya, kami berharap risiko fraud dari nasabah palsu dan
risiko gagal bayar dapat diminimalisasi dengan penguatan akses identitas
berbasis biometrik dan juga akses ke layanan biro kredit," kata Aji.
Ia mengungkapkan, saat ini sudah ada pengaturan di OJK
terkait e-Knowing Your Customer (e-KYC) dan informasi kredit. Namun, masih
dibutuhkan implementasi di level teknis, terutama yang bersifat lintas
kementerian. Contohnya dengan Kemendagri dan Kemenkominfo.
Daftar Pustaka
Purnomo, H 2018, Indonesia Kini Punya Payung Hukum
Aturan Fintech, CNBC Indonesia, 30 Juli 2019, <https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20180901144740-37-31329/indonesia-kini-punya-payung-hukum-aturan-fintech>.
Devita, I 2017, Pendaftaran dan Perizinan FinTech Lending
Company, irmadevita.com, 30 Juli 2019, <https://irmadevita.com/2017/pendaftaran-dan-perijinan-fintech-lending-company/>
Nurfitriyani, A 2018, Fintech Bakal Beri Dampak
Ekonomi Besar, Asal...., Warta Ekonomi, 31 Juli 2019, <https://www.wartaekonomi.co.id/read192901/fintech-bakal-beri-dampak-ekonomi-besar-asal.html>.
Komentar
Posting Komentar